Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 membawa catatan sendiri bagi Bangsa ini. Pada pelaksanaan Pemilu 17 April 2019 itu, rakyat tak hanya memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka juga menentukan wakil rakyat yang duduk di kursi DPR, DPRD I tingkat Provinsi dan DPRD II tingkat kota/kabupaten.
Seberti diberitakan https://news.detik.com, Senin (15/4/2019), lembaga kajian Australia, Lowy Institute, menyebut bahwa pemilihan umum 2019 di Indonesia termasuk paling rumit dan paling menakjubkan di dunia karena skalanya yang besar dan dilaksanakan dalam satu hari saja. Jumlah pemilih sebanyak 193 juta orang pada pemilu tahun 2019 merupakan yang terbesar di dunia dalam hal memilih presiden secara langsung. Jumlah ini bertambah sebanyak 2,4 juta orang dari pemilu 2014 lalu.
Pemungutan suara dilaksanakan di 809.500 tempat pemungutan suara (TPS), di mana setiap TPS akan melayani sekitar 200 hingga 300 orang pada saat hari pencoblosan. Pada pemilu tahun 2014, jumlah TPS sekitar 500.000 dan setiap TPS melayani sekitar 400 pemilih.
Pilpres dan Pileg yang dilaksanakan secara serentak itu tentu ada plus minusnya. Pada satu sisi ada harapan-harapan untuk lebih efektif dan efisiensi. Berdasarkan putusan MK, Putusan Pemilu serentak itu digedok pada Kamis, 23 Januari 2014. Pertimbangan Pileg dan Pilpres dilaksanakan sehari yaitu pertama, Pilpres yang diselenggarakan secara serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat.
Kedua, Hak warga negara untuk memilih secara cerdas pada pemilihan umum serentak ini terkait dengan hak warga negara untuk membangun peta check and balances dari pemerintahan presidensial dengan keyakinannya sendiri. Untuk itu, warga negara dapat mempertimbangkan sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden. Hanya dengan pemilihan umum serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk
memilih secara cerdas dan efisien.
Ketiga, dalam penyelenggaraan Pilpres tahun 2004 dan tahun 2009 yang dilakukan setelah pileg, ditemukan fakta politik bahwa untuk mendapat dukungan demi keterpilihan sebagai Presiden, calon Presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) politik terlebih dahulu dengan partai politik yang berakibat sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari.
Syahrul Mustofa SH, MH dalam bukunya Menggugat dan Memenangkan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Jalan Terakhir Meraih Kursi Kekuasaan (2019) menyebutkan Pemilu serentak diharakan pula dapat menjaga dan meningkatkan pratisipasi masyarakat. Akan tetapi konsekuendinya adalah beban tugas penyelenggara Pemilu, khususunya ditingkat KPPS semakin berat. Dari proses pelaksanaan Pemilu 2019, dihampir seluruh TPS penghitungan suara lebih dari 12 jam, bahkan ada yang melampaui 24 jam. Akibatnya sekitar 90 orang anggota KPPS dari 19 Provinsi di Indonesia meninggal dunia akibat kelelahan dalam perhitungan suara.
Banyak yang bisa diambil hikmahnya dari pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019. Mengingat kejadian banyaknya anggota KPPS yang meninggal pada Pilpres dan Pileg 2019.
Bagaimana rakyat mengawal pelaksanaan Pemilu lebih baik. Pembelajaran politik agar masyarakat tidak mudah terbujuk dengan money politic maka perlu diambil langkah-langkah signifikan dan strategis.
Sebagian masyarakat masih ada yang terbujuk rayuan money politic yang dapat dinikmati sesaat. Serangan-serangan fajar ditengarai masih terjadi sebelum pelaksanaan Pemilu. Itu semua tentu saja mencoreng harapan untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.
Harus kembali dikaji mengenai pemilihan waktu pelaksanaan pemilu. Apakah cukup satu hari atau bisa lebih dari sehari. Penentuan itu mempertimbangkan banyaknya pemilih di Indonesia. Selanjutnya adalah pemilihan secara manual atau digital? Apakah pada era digital ini masih perlu pemilihan dan penghitungan secara manual?
Tentu saja kita semua menginginkan Pemilu yang berjalan aman dan damai. Keberhasilan pemilu dalam menentukan orang nomor satu di negeri ini bisa ikut mengangkat marwah Bangsa. Pemilu yang dilandasi nilai-nilai kejujuran bakal mendapatkan apresiasi tinggi. Sebaliknya jika penuh kecurangan di sana sini maka bisa dijadikan potret suram bagi sebuah negera. (Dosen Prodi HTN STAIMAS Wonogiri, Irawan Adi Wijaya, SH, MH)

Opini ini dimuat di https://www.jatengpost.com/opini/pr-3565220288/pemilu-dan-marwah-bangsa edisi 31 Juli 2019