Editor: Faizal R Arief
TIMESINDONESIA, WONOGIRI – Digitalisasi di berbagai sendi kehidupan tak dapat dihindari. Mau tak mau, suka tak suka pada akhirnya siapapun akan menerima perubahan itu. Ada yang menerima dengan sangat baik dan terbuka. Ada yang kurang terbuka dengan perubahan dan ada pula yang kurang merespons positif perkembangan itu. Dinamika perubahan itu pun terjadi di ranah media massa. Dunia pers berkembang begitu pesat dan masif.
Tepat hari ini, Rabu, 9 Februari diperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022. Pada Konvensi HPN yang diselenggarakan di Kendari, Sulawesi Tenggara itu mengangkat tema Membangun Kedaulatan di Tengah Gelombang Digitalisasi Global.
Arus gelombang digitalisasi global membawa dampak perkembangan media online yang begitu cepat. Kini, dunia ada dalam genggaman. Informasi dari berbagai pelosok negeri dan sudut-sudut desa pun bisa diakses.
Mengacu kepada data Dewan Pers (2019), diperkirakan ada 47.000 media di Indonesia. Di antara jumlah tersebut, 43.300 adalah media online. Kehadiran media online membuka lapangan kerja baru. Salah satunya semakin banyaknya media yang membuka lowongan kerja menjadi kreator konten (creator content).
Menjamurnya kreator konten tentu harus diiringi dari sisi profesionalisme. Tidak hanya asal menggabungkan dan menyusun berita atau konten baik dari kantor berita maupun portal yang berada dalam satu korporasi.
Kreator konten semakin banyak peminatnya. Apalagi, syarat menjadi kreator konten lebih mudah dibanding menjadi wartawan. Misalnya saja dari kualifikasi pendidikan. Semasa penulis menjadi wartawan, syarat pendidikan yaitu lulus S1. Saat ini, menjadi kreator konten bisa dari lulusan SMA atau yang sederajat.
Tak hanya, itu, penulis juga pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dengan penguji dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Serangkaian proses dan materi ujian diberikan kepada peserta UKW. Wartawan benar-benar diuji kemampuan teori dan praktik jurnalistiknya.
Pada pasal 1 Bab I UU RI Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dijelaskan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Di dalam pasal itu disebutkan aktivitas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Melihat penjelasan itu, maka kegiatan kreator konten jika meliputi komponen di atas maka masuk ke dalam aktivitas jurnalistik. Sebagian pemilik dan pengelola media online sudah semakin menyadari pentingnya mengutamakan akurasi dan konten yang berbobot. Sehingga, mereka pun memiliki program-program pelatihan bagi kreator konten.
Besar harapan kita bersama agar konten-konten yang dihasilkan kreator konten tidak hanya sekadar memberikan informasi dan menghibur. Ada tanggung jawab dan peran penting di dalamnya yaitu sebagai sarana mengedukasi atau mendidik masyarakat dan kontrol sosial.
Masyarakat dalam hal ini generasi digital perlu mendapatkan informasi-informasi yang mampu meningkatkan pengetahuan dan menambah kreativitas. Bukan konten-konten “sampah” yang menambah generasi penerus Bangsa ini terlena dan hanya banyak menghayal.
Perlu kesadaran bersama untuk tidak sekadar mengejar jumlah pengunjung atau pembaca. Sebab, di antara konten-konten yang hadir di hadapan pembaca ada sebagian yang hanya click bait dengan menampilkan judul-judul yang bombastis. Sehingga pembaca merasa tertarik mengklik judul konten itu.
Beberapa rekan dan mahasiswa ada yang pernah menanyakan terkadang antara judul dan isi sebuah konten kurang sinkron. Tak dipungkiri dengan membanjirnya informasi di media online membuat penyusun konten berlomba-lomba menggiring pembaca mengklik tulisan yang mereka buat.
Penulis meyakini masing-masing media yang bertanggung jawab dan terverifikasi di Dewan Pers tentu akan menyajikan konten bermutu. Tidak mengutamakan kepentingan bisnis semata.
Dewan Pers telah menerbitkan Pedoman Penerbitan Media Siber (PPMS) yang tentunya dapat dijadikan acuan bagi insan media online. Beberapa poin dalam dalam PPMS di antaranya memuat tentang ruang lingkup media siber, verifikasi dan keberimbangan berita, isi buatan pengguna, ralat, koreksi dan hak jawab, pencabutan berita, iklan, hak cipta dan soal sengketa.
Selamat Memeringati HPN 2022. Semoga dunia pers Tanah Air melahirkan insan-insan pers yang bertanggungjawab bagi kemajuan Bangsa ini. Wallahuálam bish showwab.***
*) Oleh: Nadhiroh, dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam Mulia Astuti (STAIMAS) Wonogiri.
Opini ini sudah dimuat di https://www.timesindonesia.co.id/read/news/395969/membangun-pers-lebih-bertanggungjawab-di-era-digital